Pages

July 21, 2012

Namanya PETRUS, Bukan PETRUK

Pada masa orde baru, istilah petrus amatlah berkembang di masyarakat. Ya, penembak misterius. Inilah salah satu hal yang membuat rakyat pada masa itu cenderung menuruti kebijakan pemerintah. Mengapa? Karena seseorang yang melawan pemerintahan bisa tiba-tiba mati begitu saja. Inilah yang membuat seseorang harus berpikir berkali-kali sebelum melakukan tindakan. Karena mereka tidak ingin mengakhiri hidupnya dengan mati konyol.

Efektif kah? Iya memang. Tidak ada demonstrasi, terlebih demonstrasi yang mebakar gedung DPR. Tapi, tidakkah hal tersebut melanggar hak asasi manusia? Hal tersebutlah yang pada akhirnya memunculkan beberapa kontroversi. Sudah hak warga negara untuk memberikan saran kepada pemerintahan (yang seharusnya dengan cara yang baik). Terlebih negara Indonesia disebut sebagai negara demokrasi yang seharusnya pemerintahan berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Apa jadinya jika ada rakyat yang hendak bersuara malah dibunuh?

Tetapi di sisi lain, tidak ada penjahat yang berani melakukan aksi. Sekali lagi, karena semua orang tidak ingin mati konyol.

Dan bagaimana rasanya jika seseorang menjadi buronan petrus? Hidupnya akan seperti teroris. Hidup nomaden dari satu tempat ke tempat lain, tidak ada lagi tanah yang benar-benar aman. Makanya petrus ini sebenarnya amat ampuh untuk menertibkan. Karena, siapa yang tidak takut Petrus?
Tindakan tegas bagaimana? Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi, kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan..dor.. dor.. begitu saja, bukan! Yang melawan, mau tidak mau, harus ditembak. Karena melawan, mereka ditembak. Lalu, ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Ini supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan itu. Maka, kemudian meredalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan itu.—Suharto (Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989), yang ditulis Ramadhan K.H.)

No comments:

Post a Comment